30 Tahun Lalu, Soeharto Prediksi Dampak Globalisasi pada Ekonomi Indonesia di Tahun 2020-an

 

30 Tahun Lalu, Soeharto Prediksi Dampak Globalisasi pada Ekonomi Indonesia
Presiden Soeharto pada tahun 1995 menekankan pentingnya mencintai produk dalam negeri untuk menghadapi tantangan globalisasi. Dokumen: Fakta.indo

KitaNKRI.com - Tiga dekade silam, Presiden Soeharto telah memprediksi tantangan globalisasi yang kini dihadapi Indonesia.


Pada tahun 1995, dalam sebuah diskusi di Surabaya, ia menekankan pentingnya mempersiapkan generasi muda untuk mencintai tanah air dan produk dalam negeri.


Ia mengingatkan bahwa ketergantungan pada produk impor dapat melemahkan perekonomian nasional.


Soeharto menegaskan bahwa jika masyarakat, terutama generasi muda, lebih memilih produk asing yang murah, maka industri lokal akan terpuruk.


Akibatnya, pabrik-pabrik dalam negeri bisa gulung tikar, pengangguran meningkat, dan stabilitas ekonomi terancam.


Ia juga menyoroti peran penting pendidikan dalam membentuk rasa nasionalisme dan kebanggaan terhadap produk lokal.


Menurutnya, institusi pendidikan, khususnya perguruan tinggi, harus berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai tersebut.


Hal ini dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan daya saing bangsa di kancah global.


Pada masa pemerintahannya, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan.


Data menunjukkan bahwa pada periode 1989 hingga 1991, pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 8%, dengan puncaknya sebesar 8,99% pada tahun 1990.


Keberhasilan ini tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang pro-pertumbuhan dan fokus pada pembangunan infrastruktur serta industrialisasi.


Namun, Soeharto juga menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat harus diimbangi dengan kesiapan mental dan budaya masyarakat dalam menghadapi arus globalisasi.


Ia menekankan bahwa tanpa rasa cinta terhadap produk dalam negeri, Indonesia akan kesulitan bersaing di pasar global.


Kini, lebih dari 30 tahun setelah peringatan tersebut, Indonesia berada di tengah era globalisasi yang semakin intens.


Produk-produk asing membanjiri pasar domestik, menawarkan harga yang kompetitif dan kualitas yang menarik.


Kondisi ini menjadi tantangan bagi industri lokal untuk tetap bertahan dan berkembang.


Pemerintah dan pelaku industri terus berupaya meningkatkan kualitas dan daya saing produk dalam negeri.


Berbagai program dan kampanye digalakkan untuk mendorong masyarakat mencintai dan menggunakan produk lokal.


Namun, upaya ini memerlukan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat.


Generasi muda, sebagai konsumen terbesar, memegang peran kunci dalam menentukan arah perekonomian nasional.


Dengan memilih produk dalam negeri, mereka tidak hanya mendukung perekonomian, tetapi juga menjaga identitas dan kedaulatan bangsa.


Selain itu, pendidikan berperan penting dalam membentuk pola pikir dan sikap generasi muda terhadap produk lokal.


Kurikulum yang menekankan pentingnya nasionalisme dan apresiasi terhadap karya anak bangsa dapat menjadi solusi jangka panjang.


Institusi pendidikan diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang menanamkan nilai-nilai tersebut sejak dini.


Di sisi lain, pelaku industri juga dituntut untuk terus berinovasi dan meningkatkan kualitas produk mereka.


Hanya dengan demikian, produk dalam negeri dapat bersaing dengan produk asing dan memenangkan hati konsumen domestik.


Kolaborasi antara pemerintah, industri, dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi tantangan globalisasi ini.


Dengan semangat gotong royong dan rasa cinta terhadap tanah air, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama di pasar global.


Peringatan Presiden Soeharto tiga dekade lalu masih relevan hingga kini.


Mencintai produk dalam negeri bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang menjaga martabat dan kedaulatan bangsa.


Dengan dukungan dan komitmen bersama, Indonesia dapat menghadapi tantangan globalisasi dan meraih masa depan yang gemilang.***

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak